Articles
11 Documents
Search results for
, issue
"Vol. 39 No. 2 Oktober 2017"
:
11 Documents
clear
Pengaruh Penambahan Aditif Bi2O3 Terhadap Karakteristik Barium Heksaferit Hasil Sintesis dengan Metode Sol-Gel
Siti Wardiyati Siswoyo;
Didin S. Winatapura;
Engkir Sukirman
Jurnal Kimia dan Kemasan Vol. 39 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Balai Besar Kimia dan Kemasan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24817/jkk.v39i2.2793
Telah dilakukan sintesis barium heksaferit (BaFe12O19) secara sol-gel menggunakan prekursor barium nitrat [Ba(NO3)2], besi nitrat [Fe(NO3)3] dan asam sitrat (C6H8O7) Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan BaFe12O19 fasa tunggal berukuran nano dengan koersivitas magnetik tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penambahan aditif Bi2O3 dengan berbagai variasi persentase berat terhadap BaFe12O19 dari 0,5% sampai dengan 2%. Karakterisasi BaFe12O19 hasil sintesis dilakukan dengan menggunakan alat X-ray diffraction (XRD) untuk analisis fasa, Fourier Transmission Infra Red (FTIR) untuk mengetahui tipe ikatan yang terjadi), Scanning Electron Microscope dan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM/EDS) untuk analisis struktur dan persentase atom, dan Vibrating Sample Magnetometer VSM) untuk mengetahui sifat magnetik yaitu koersivitas dan saturasi magnetik. Dari hasil percobaan diperoleh BaFe12O19 fasa tunggal dengan ukuran partikel sekitar 105 nm - 130 nm, saturasi magnetik 57,86 emu/g dan koersivitas magnetik sebesar 0,38 T.
Konversi Koral Laut Menjadi Hidroksiapatit Dengan Metode Sonikasi
Yessy Warastuti;
Basril Abbas;
Nani Suryani
Jurnal Kimia dan Kemasan Vol. 39 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Balai Besar Kimia dan Kemasan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24817/jkk.v39i2.3012
Sintesis coralline hydroxyapatite (CHAp) dari koral laut yang umumnya menggunakan metode basah yaitu hidrotermal yang memerlukan suhu dan tekanan tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkonversi koral laut Goniopora sp. menjadi CHAp dengan metode sonikasi pada suhu rendah. Goniopora sp. dikalsinasi pada suhu 900 °C selama 3 jam, kemudian direaksikan dengan diammonium hidrogen fosfat [(NH4)2HPO4] dan mono kalium fosfat (KH2PO4) dengan waktu sonikasi 6 jam sampai 24 jam pada suhu 60 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan fase dari koral menjadi CHAp yang dapat dilihat dari identifikasi pola difraksi sinar-X khas dari hidroksiapatit dengan derajat kristalinitas sebesar 66% untuk CHAp dengan waktu sonikasi 24 jam. Spektrum Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR) menunjukkan puncak serapan khas dari hidroksiapatit yaitu gugus OH pada 3637 cm-1 sampai dengan 3404 cm-1 fosfat (PO43-) pada 569 cm-1, 603 cm-1, 960 cm-1, dan 1045 cm-1 serta karbonat (CO32-) pada 1456 cm-1 dan 873 cm-1. Carbonated hydroxyapatite yang terbentuk adalah tipe-B. Rasio Ca/P yang dihasilkan untuk CHAp dengan waktu sonikasi 24 jam adalah 1,7.
Pemanfaatan Limbah Fly Ash Untuk Penanganan Limbah Cair Amonia
Slamet Slamet;
Karina Kalmapuspita Imas
Jurnal Kimia dan Kemasan Vol. 39 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Balai Besar Kimia dan Kemasan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24817/jkk.v39i2.3144
Komposit abu terbang/TiO2 berhasil dibuat menggunakan TiO2 P25, abu terbang dari PT Pupuk Kaltim, dan surfaktan kationik hexadecyltrimethylamonium bromide (HTAB). Komposit dikarakterisasi Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray Analysis (SEM-EDX) serta diuji coba untuk mendegradasi amonia dalam fotoreaktor. Perbandingan massa abu terbang dan TiO2 yang optimum adalah 2:1 (1 g/250 mL limbah cair amonia) dan dapat mengeliminasi amonia cair sebesar 79 % dalam 180 menit. pH optimum untuk mendegradasi amonia adalah pH 11. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa abu terbang dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi amonia cair di lingkungan dengan bantuan fotokatalis TiO2. Pada penelitian ini juga dibahas kinetika reaksi degradasi amonia yang mengikuti model kinetika Langmuir-Hinshelwood.
Pengendalian Suhu Ultrasonikasi Pada Pelapisan Nanopartikel Magnet (Fe3O4) Dengan Kitosan
Grace Tj Sulungbudi;
Wildan Z.L.;
Rohmad Salam;
Mujamilah Mujamilah
Jurnal Kimia dan Kemasan Vol. 39 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Balai Besar Kimia dan Kemasan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24817/jkk.v39i2.2838
Telah dilakukan pelapisan nanopartikel magnetik Fe3O4 dengan proses ultrasonikasi terkendali. Pengendalian ultrasonikasi dilakukan dengan menambahkan fasilitas pendingin baik menggunakan air maupun es serta dengan pengaturan suhu pembatas pada fasilitas ultrasonikasi untuk memastikan suhu sampel maksimal 50 oC selama proses pelapisan kitosan. Nanopartikel hasil pelapisan dianalisis sifat magnetik dan distribusi ukuran partikelnya masing-masing menggunakan VSM (Vibrating Sample Magnetometer) serta PSA (Particle Size Analyzer). Hasil sintesis menunjukkan bahwa penambahan sistem pendingin cukup efektif dalam mengendalikan suhu dan menurunkan waktu total proses pelapisan serta ukuran nanopartikel terlapis kitosan. Namun pola perubahan ukuran yang terjadi tidak mengikuti sepenuhnya kaidah standar karena adanya proses re-aglomerasi nanopartikel magnetik akibat interaksi magnetik antar nanopartikel yang cukup kuat. Diperoleh hasil pelapisan optimum dengan ukuran nanopartikel magnetik terlapis kitosan sebesar ~ 36,5 nm dan nilai magnetisasi 45 emu/gram pada proses dengan sistem pendingin air. Kondisi ini dicapai dengan waktu total proses pelapisan 60 menit untuk waktu efektif proses ultrasonikasi 10 menit.
Teknologi Proses Pembuatan Molecular Sieve TiZA Untuk Pemekatan Asam Nitrat
Ali Nurdin
Jurnal Kimia dan Kemasan Vol. 39 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Balai Besar Kimia dan Kemasan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24817/jkk.v39i2.2850
Molecular sieve zeolit dapat memurnikan campuran larutan yang bersifat azeotrop yang tidak bisa dilakukan menggunakan metode distilasi biasa. Namun, masih memiliki kelemahan dalam half life time molecular sieve tersebut, khususnya stabilitas bahan apabila digunakan pada larutan yang bersifat korosif seperti larutan asam atau basa. Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan molecular sieve zeolit A yang dimodifikasi dengan penambahan 10% titanium. Molecular sieve titanium - zeolit A (TiZA) dibuat dengan dengan metode hidrotermal pada temperatur 110 °C dan kalsinasi pada temperatur 500 °C. Karakterisasi dilakukan antara lain menggunakan X-ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDX) dan karakterisasi pori dengan metode physisorption menggunakan nitrogen pada temperatur 44 K. Molecular sieve TiZA yang dihasilkan stabil terhadap temperatur tinggi, dan larutan asam. Modifikasi zeolit A dengan titanium telah mampu meningkatkan stabilitas molecular sieve Ti-zeolit A dalam larutan asam nitrat selama 24 jam. Distribusi ukuran pori BJH (Barret Joyner Halenda) yang sempit menggambarkan ukuran yang homogen dengan didominasi oleh mikro porus dengan diameter rata-rata sekitar 4Å. Uji coba pemurnian asam nitrat dengan menggunakan molecular sieve secara single stage dapat meningkatkan kemurnian asam nitrat dari 70% hingga 85%.
Karakteristik Mineral Lokal sebagai Katalis Pada Sintesis Poligliserol Banyak Cabang (Hyperbranched Polyglycerol)
Dwinna Rahmi;
Retno Yunilawati;
Arief Riyanto;
Chicha Nuraeni
Jurnal Kimia dan Kemasan Vol. 39 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Balai Besar Kimia dan Kemasan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24817/jkk.v39i2.3347
Poligliserol banyak cabang (Hyperbranched Polyglycerol /HPG) mempunyai struktur unik dan kaya gugus hidroksi sehingga berpotensi untuk diaplikasikan di berbagai bidang. Dalam pembuatan HPG, katalis mempunyai peranan penting dalam pembentukan strukturnya. Mineral dalam bentuk oksida sudah umum digunakan sebagai katalis pada proses kimia. Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan mineral lokal yaitu kapur tohor dan dolomit sebagai katalis pada pembuatan HPG. Batuan kapur dan dolomit dipanaskan terlebih dahulu untuk membentuk CaO dan MgO. Pemanasan batuan kapur pada suhu 900 °C sudah menghasilkan CaO dan CaCO3, sedangkan pemanasan dolomit pada suhu 750 °C menghasilkan MgO dan CaCO3. Proses polimerisasi dilakukan pada suhu 250 °C dan waktu proses 5 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan kapur tohor sebagai katalis menghasilkan HPG dengan cabang yang lebih banyak dibandingkan jika menggunakan dolomit. Dari spektrum 13C NMR pada pergeseran kimia 72 ppm sampai dengan 73,5 ppm yang diindikasikan sebagai HPG jenis dendritik mengeluarkan 6 puncak bila menggunakan kapur tohor dan mengeluarkan 1 puncak bila menggunakan dolomit. Spektrum 1H NMR pada pergeseran kimia 3 ppm sampai dengan 4 ppm yang diindikasikan sebagai CH-O mengeluarkan 4 puncak bila menggunakan kapur tohor ataupun dolomit. Penambahan waktu proses sampai 20 jam pada proses polimerisasi dengan katalis kapur tohor menghasilkan 5 puncak spektrum 1H NMR. Bertambahnya jumlah puncak menandakan bertambah banyaknya gugus CH-O, selain itu penambahan waktu proses juga menaikkan jumlah gugus fungsi OH yang keluar pada pergeseran kimia 4,4 ppm sampai dengan 4,7 ppm.
Komparasi Kualitas Cat Alkid Menggunakan Pelarut Hasil Pirolisis Limbah Plastik Polietilen Dengan Pelarut di Industri Cat
Novi Nur Aidha;
Bumiarto Nugroho Jati
Jurnal Kimia dan Kemasan Vol. 39 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Balai Besar Kimia dan Kemasan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24817/jkk.v39i2.3350
Pelarut merupakan cairan yang dibutuhkan untuk pembuatan dan aplikasi cat alkid. Alkid merupakan jenis cat yang menggunakan pelarut organik. Saat ini pelarut organik yang digunakan sebagian besar masih impor, sehingga pelarut berbahan dasar plastik polietilen (PE) dapat menjadi pelarut alternatif untuk cat alkid. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kualitas cat alkid yang menggunakan pelarut P dan L yang berasal dari poses pirolisis limbah plastik PE dengan pelarut di pasaran (pegasol dan white spirits (WS)). Cat alkid yang dibuat adalah jenis Short Oil Alkyd (SOA) dan Medium Oil Alkyd (MOA). Cat tersebut dibuat dengan formulasi yang sama untuk setiap jenis pelarut. Selanjutnya cat SOA dan MOA dilakukan pengujian karakteristik sifat fisika yang mengacu pada standard ASTM. Hasil penelitian ini menunjukan kualitas cat SOA dan MOA menggunakan pelarut P dan L pada hasil pirolisis limbah plastik PE sebanding dengan penggunaan pelarut pelarut pegasol dan WS. Kekurangan cat alkid SOA dan MOA yang menggunakan pelarut P dan L pada hasil pirolisis limbah plastik PE adalah warna cat lebih kekuningan.